Ayo Pergi ke Museum Affandi di Yogyakarta dan Nikmati Karyanya!

Meski telah tiada, namun buah kejeniusan karya-karyanya tetap memberikan keindahan bagi kehidupan seni, khususnya seni lukis. Melihat karya-karya Affandi, seakan kita melihat sebuah pribadi sederhana, yang penuh dengan jiwa kemanusiaan yang mendalam. Jiwa humanis dari seseorang yang memiliki pribadi sederhana semasa hidupnya inilah yang tidak pernah mati menyapa para pencintanya di Museum Affandi di Yogyakarta.

Melalui lukisan ini kita juga akan melihat keindahan, kegundahan, dan kegetiran sang maestro melihat masyarakat bawah yang ia cintai. Museum yang telah didirikan sejak tahun 1964 dan diresmikan pada tahun 1974 ini sampai sekarang menjadi tempat petilasan terakhir yang memampang hasil karya-karya Affandi, seorang legendaris kelahiran Cirebon. Museum ini juga merupakan tempat tinggal pelukis semasa hidupnya, di mana ia merenungkan ide-ide lukisan berdiskusi dengan rekan-rekan seprofesinya, menikmati hidupnya, sekaligus menjadi tempat jasadnya dikuburkan.

Juki Affandi, putra ketiga dari istri kedua Affandi yang saat ini menjadi Direktur Pengelolaan Museum Affandi, menjelaskan kepada AndeLumut.com tentang kekuatan karya-karya almarhum. Menurutnya untuk mendapatkan inspirasi atau ide untuk sebuah karya lukisnya, Affandi sering bepergian ke luar kota atau ke luar negeri dan berhubungan dengan masyarakat. Perjalanan ini Affandi lakukan untuk mendapatkan objek yang ia sukai. Lukisan Affandi merupakan lukisan yang on the spot, di mana lukisannya merupakan objek dari pengamatannya akan sebuah realitas.

“Affandi bukan seorang pengkhayal yang menggambarkan khayalan atau lamunan dalam idenya. Jadi apa yang ia lukiskan adalah keadaan nyata yang dibalut oleh rasa keindahan dan kesedihan,” ujarnya kembali menjelaskan.

Banyak orang menyebut ekspresionis untuk aliran lukisan Affandi. Namun ekspresi yang dituangkan adalah potret dari sisi kehidupan realita yang digores dengan coretan kebebasan yang merupakan pantulan dari kesedihan dan keindahan jiwa dan pikirannya. Juki menyebut, para pencinta lukisan Affandi sebenarnya lebih menyukai kesan dari emosi yang ada dalam diri pelukisnya dibanding sekadar teknik atau objek lukisannya. Ia mencontohkan, Affandi akan lebih senang melukis seorang pengemis daripada melukis seorang artis atau bangsawan. Atau dalam memilih objek makhluk hidup lainnya, seperti bunga. Jika diharuskan memilih bunga yang indah atau bunga layu, ia lebih suka melukis bunga layu.

“Pilihan ini ia pilih karena kegetiran perasaannya akan sebuah kesedihan akan sebuah penderitaan yang terjadi di dunia ini,” ujarnya menjelaskan.

Namun lanjutnya, Affandi juga seringkali menggambarkan keindahan alam dan makhluk hidup dalam lukisannya, meski tidak dominan.

Di museum ini, kita akan menikmati karya-karya lukis Affandi seperti Gadis Inggris (1952), Telanjang (Isteriku Maryati) (1960), Matahari Merah dan Perahu (1977), dan beberapa lukisan Potret Diri. Selain itu masih banyak lukisannya yang ia lukis sejak awal-awal kariernya sebagai lukisan sampai karya-karya menjelang masa akhir hidupnya. Lukisan Affandi merupakan karya yang memiliki nilai seni tinggi, sehingga bagi kolektor yang ingin memiliki lukisannya harus membayarnya dengan harga yang tinggi pula. Lukisannya saat ini memiliki harga termurah sebesar Rp 2 miliar. Memang sebuah ide seni yang muncul dalam lukisan Affandi mampu memberikan nilai sejarah pada dunia seni sehingga citra high taste akan melekat bagi para kolektor yang mengkoleksi lukisan Affandi.

Melalui Museum Affandi ini, masyarakat dapat belajar tentang seni dan estetika dari seorang Affandi yang muncul dari refleksi ide humanis dalam sebuah karya seni. Dan yang terpenting, masyarakat perlu memahami bahwa seni lukis merupakan unsur terpenting dalam pembangunan peradaban.